
![]() |
Kepungan asap pembakaran kepung pemukiman warga di dusun Tanahharapan Kecamatan Bontoharu (Photo: Tim/realitynews) |
Sudah berbulan-bulan lamanya warga hidup dalam kepungan asap. Aktivitas pembakaran dilakukan hampir setiap malam, diduga untuk menghindari pantauan aparat. Asap yang ditimbulkan menyusup ke rumah-rumah warga, memicu gangguan kesehatan dan keluhan tanpa henti.
“Anak-anak sering batuk, mata perih, bahkan orang dewasa mulai sesak napas. Tidur malam pun terganggu,” keluh seorang ibu rumah tangga.
AR, warga setempat, menyebut aktivitas ini tetap berjalan meski telah berkali-kali diperingatkan oleh pemerintah desa. “Sudah sering ditegur, baik secara lisan maupun tertulis. Tapi dia tidak peduli. Kegiatan tetap berlangsung, seolah tak ada hukum,” ungkapnya, Sabtu, (18/05/2025).
Masalah ini bukan hanya tentang kenyamanan dan kesehatan. Lingkungan juga ikut menanggung beban. Pembakaran arang secara tradisional menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar yang mencemari udara, merusak vegetasi sekitar, dan menurunkan kualitas tanah.
Kebakaran terbuka juga menghasilkan senyawa berbahaya seperti karbon monoksida (CO), formaldehida, hingga partikulat halus (PM2.5) yang dapat menetap di udara dan masuk ke saluran pernapasan manusia dan hewan. Efek jangka panjangnya bisa memicu penyakit paru-paru kronis dan penurunan kualitas ekosistem lokal.
“Kalau terus dibiarkan, ini bukan cuma ganggu manusia. Tanaman jadi layu, burung-burung mulai hilang dari pohon. Kami sudah mulai lihat perubahan,” kata Kepala Dusun Tanaharapan, Akbar.
Ia mengaku telah melaporkan kondisi ini ke tingkat kecamatan dan berharap ada respons cepat. “Kami butuh tindakan nyata, bukan sekadar teguran. Warga sudah sangat terganggu.”
Keluhan serupa datang dari pengendara yang melintasi jalan sekitar lokasi pembakaran. Asap pekat pada malam hari mengganggu jarak pandang dan berpotensi memicu kecelakaan lalu lintas.
Meski begitu, hingga saat ini belum ada langkah konkret dari pihak berwenang untuk menghentikan kegiatan tersebut. Warga kini hanya bisa berharap, jeritan mereka tidak terus-menerus diabaikan. (Tim)