Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Kebebasan Pers Terancam, Israel Terapkan Sensor Ketat pada Media

Minggu, Juni 22, 2025 | 05.16 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-21T21:16:10Z

Seorang wartawan photo (pers) perang (Photo: Istimewa) 

Realitynews.web.id | ISRAEL – Serangan rudal Iran memaksa Israel untuk berpikir keras dalam menjaga kredibilitas kekuatan militernya di mata dunia. Dampaknya, Pemerintah Israel resmi mengeluarkan arahan baru yang membatasi cara media dalam meliput konflik bersenjata antara kedua negara.


Melalui surat edaran dari sensor militer Israel yang diterbitkan pada Rabu, 18 Juni 2025, Brigadir Jenderal Kobi Mordechai mengumumkan sejumlah aturan baru. Salah satunya, media dilarang mempublikasikan informasi terkait dampak serangan Iran terhadap wilayah Israel.


Pembatasan ini merujuk pada dasar hukum penyensoran yang pertama kali diterapkan oleh otoritas Inggris selama masa Mandat Palestina pada tahun 1945. Namun kini, sensor tersebut diperluas dan diberlakukan secara lebih ketat.


Tak hanya soal pembatasan pelaporan, kebijakan ini juga berdampak langsung pada kebebasan pers di Israel. Pemerintah kembali memberlakukan pelarangan terhadap sejumlah media, serta menjatuhkan sanksi terhadap liputan yang dianggap terlalu kritis terhadap kebijakan pertahanan dan keamanannya.


Lantas, apa saja bentuk pembatasan baru tersebut?


Dalam surat edaran yang bertajuk *Rising Lion*, pemerintah memperingatkan jurnalis dan editor untuk tidak menayangkan informasi yang dapat mengungkap kelemahan sistem pertahanan Israel dalam menghadapi serangan rudal Iran. Larangan ini termasuk peliputan lokasi serangan, jenis kerusakan, hingga fakta bahwa beberapa rudal Iran berhasil menembus sistem pertahanan udara dan menghantam titik-titik vital.


Kebijakan ini diterapkan secara instan dan wajib ditaati oleh seluruh lembaga pers, baik lokal maupun internasional yang beroperasi di wilayah Israel.


Sebagai catatan, ini bukan kali pertama Israel memperketat kontrol terhadap media. Pada tahun 2023, pemerintah mengesahkan amandemen Undang-Undang Anti-Terorisme yang memperluas kewenangan sensor militer. Dalam aturan tersebut, wartawan dan editor diwajibkan menyerahkan semua artikel yang berkaitan dengan isu keamanan nasional kepada pihak sensor untuk mendapat persetujuan sebelum dipublikasikan.


Langkah-langkah ini menuai kekhawatiran dari berbagai organisasi jurnalis internasional yang menilai bahwa pembatasan berlebihan dapat membungkam kritik dan menghalangi akses publik terhadap informasi yang objektif dan akurat. (*) 


TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update