![]() |
| Benny Fremmy, SH, MH, C.PEM Yayasan Bantuan Hukum Elang Maut Indonesia (Photo: Istimewa) |
Kita harus militan, berani memperjuangkan hak, dan tidak menyerah pada keadaan. Sebab, kenyataannya, negara masih belum sepenuhnya mampu memberikan rasa adil yang seharusnya menjadi hak setiap warga. Secara teori, jika seseorang diperlakukan tidak adil, ada polisi yang menangani pidana dan jaksa yang mewakili kepentingan publik. Untuk perdata, ada hakim yang seharusnya memandu masyarakat menyelesaikan masalahnya. Namun, realitas di lapangan tidak selalu sesuai ideal.
Keadilan Tidak Datang Sendiri
Dalam kasus-kasus pidana maupun perdata, masyarakat sering dibiarkan berjuang sendiri. Banyak yang akhirnya mengeluarkan biaya besar untuk menyewa pengacara hanya karena tidak memahami prosedur hukum dasar. Padahal, negara seharusnya hadir melalui sistem peradilan yang memberikan bimbingan, bukan membiarkan rakyat kebingungan.
Di sinilah kami di Elang Maut Indonesia hadir memberikan edukasi dan konsultasi hukum gratis, termasuk bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu. Tetapi edukasi ini akan sia-sia jika masyarakat sendiri tidak mau belajar dan memperjuangkan haknya.
Masalah Tanah: Jangan Berjuang Tanpa Bukti
Hampir setiap minggu saya menerima keluhan soal persoalan tanah. Dan masalah pertama yang paling sering muncul adalah: tidak ada bukti. Banyak yang mengklaim kepemilikan tanah hanya berdasarkan cerita nenek atau kakek. Itu tidak berlaku dalam hukum.
Dalam hukum pertanahan, bukti adalah fondasi. Surat desa, letter C, girik, atau dokumen lainnya harus ada. Termasuk dalam kasus jual beli tanah: akta jual beli hanyalah bukti transaksi, bukan bukti kepemilikan. Tanpa surat tanah asli, seseorang tetap bisa tertipu meskipun sudah memegang akta jual beli.
Begitu pula dalam urusan waris. Klaim sebagai ahli waris harus dibuktikan dengan dokumen resmi seperti surat keterangan waris atau penetapan pengadilan. Tanpa bukti, tidak ada kasus yang bisa diperjuangkan.
Ketika Tanah Diserobot, Langkahnya Harus Tepat
Banyak juga yang bertanya, apa yang harus dilakukan jika tanahnya diserobot orang?
Jika pelaku tidak memiliki surat, laporan pidana seperti penyerobotan atau penguasaan tanpa izin dapat ditempuh.
Namun jika pelaku memegang sertifikat, itu bukan ranah pidana. Jalan yang benar adalah menggugat ke pengadilan untuk membatalkan sertifikat tersebut, dengan mencari celah kesalahan administratif, dugaan pemalsuan, atau ketidaksesuaian objek tanah. Setelah kesalahan ditemukan, barulah laporan pidana terkait pemalsuan bisa diajukan.
Hukum pertanahan adalah urut kacang: dari dasar hingga puncak, sedikit demi sedikit sampai ditemukan masalahnya. Tidak perlu takut berhadapan dengan orang yang terlihat “ahli hukum”. Hukum itu bukan seragam. Polisi, jaksa, atau pengacara sekalipun tidak otomatis benar. Hukum berdiri pada aturan tertulis, bukan pada atribut.
Menjadi Pengacara bagi Diri Sendiri
Saya selalu mendorong masyarakat untuk belajar, memahami dasar-dasar hukum, dan berani memperjuangkan haknya. Ketika seseorang mampu memahami hukum, ia bukan hanya membela dirinya sendiri, tetapi juga dapat membantu keluarga, tetangga, dan masyarakat sekitar.
Inilah tujuan Elang Maut Indonesia: melahirkan masyarakat yang cerdas hukum. Dengan masyarakat yang paham hukum, negara akan lebih kuat. Investor mau datang, negara berkembang, dan ketertiban dapat terjaga. Negara yang hukumya tidak jelas tidak akan pernah maju.
Edukasi Hukum adalah Tanggung Jawab Bersama
Pemerintah tentu memiliki banyak agenda besar. Karena itu, masyarakat sipil harus mengambil peran mendorong literasi hukum. Kami di Elang Maut siap menjadi pelopor, dan saya berharap semakin banyak warga yang mau belajar, bertanya, dan tidak pasrah.
Ketika masyarakat cerdas hukum, keadilan bukan sekadar slogan—tetapi bisa benar-benar diperjuangkan dan dirasakan.
Pimpinan Yayasan Bantuan Hukum Elang Maut Indonesia




