
![]() |
Ilustrasi sekelompok pemuda, pelajar tengah mengisap lem Fox dan minum komix diluar sosis (Photo: Ilustrator) |
Realitynews.web.id | SELAYAR – Kabupaten Kepulauan Selayar kini menghadapi ancaman serius di kalangan generasi mudanya. Bukan soal narkoba kelas berat, melainkan penyalahgunaan barang legal: obat batuk Komix dan lem perekat merek Fox. Dua produk yang semestinya memiliki fungsi jelas ini, kini berubah menjadi “alat mabuk murah” yang menjangkiti pelajar usia belia.
Pantauan media ini selama beberapa tahun terakhir menunjukkan tren penyalahgunaan Komix dan Lem Fox di kalangan pelajar mengalami peningkatan yang signifikan. Ini bukan lagi kasus satu-dua orang, melainkan fenomena yang menyebar luas dan terjadi berulang dari pusat kota Benteng hingga ke pelosok kecamatan.
Warga dari berbagai desa dan kelurahan melaporkan temuan puluhan bungkus kosong Komix dan kaleng bekas Lem Fox yang berserakan di tempat-tempat umum: taman, semak-semak, bahkan rumah kosong. Banyak dari lokasi itu diduga menjadi titik kumpul “ngumpet” para pelajar yang mengonsumsi zat-zat tersebut secara berkelompok.
Komix disalahgunakan dengan cara diminum dalam jumlah besar sekaligus, bisa lima hingga sepuluh saset demi mengejar efek euforia atau “melayang”. Sedangkan Lem Fox dihirup langsung dari kantong plastik atau kaleng untuk mendapatkan efek halusinasi. Pemakaian dilakukan diam-diam, tanpa pengawasan, seringkali saat jam sekolah usai atau malam hari.
Penyalahgunaan kedua bahan ini dapat menyebabkan gangguan saraf, kerusakan paru-paru dan hati, halusinasi, hingga ketergantungan berat. Efek jangka panjangnya bahkan lebih menyeramkan: kehilangan memori, disorientasi, gangguan mental, dan degradasi fungsi otak yang permanen.
“Banyak anak-anak jadi pendiam, bolos sekolah, gampang marah, dan berbau menyengat dari mulutnya. Setelah diperiksa, ternyata mereka pakai Komix dan Lem,” ungkap salah satu warga Benteng yang enggan disebut namanya. Selasa, (07/5/2025)
Ironi terbesar dalam kasus ini adalah kemudahan akses. Komix dan Lem Fox dapat dibeli bebas di warung-warung sekitar sekolah tanpa batasan usia. Harganya murah, tidak lebih dari Rp 5.000 per unit, membuatnya sangat terjangkau oleh kantong pelajar.
Merangkum dari penuturan saksi yang pernah menangkap basah sejumlah pengguna kedua produk tersebut menggambarkan ciri-ciri seorang Pengguna, bahwa mereka memiliki ciri umum pengguna antara lain mata memerah, tubuh lemas, bau menyengat dari napas atau pakaian, perilaku tertutup atau mudah emosi, serta penurunan drastis dalam prestasi dan kehadiran di sekolah.
Pihak sekolah, orang tua, dan pemerintah seakan belum bersuara lantang. Masalah ini terus menjalar tanpa adanya langkah tegas atau kebijakan khusus. Edukasi minim, pengawasan longgar, dan tidak adanya aturan distribusi menjadi celah yang terus dimanfaatkan.
Forum Peduli Pendidikan dan Kesehatan (FPPK) Kepulauan Selayar meminta kepada Pemerintah daerah segera menerbitkan regulasi pembatasan penjualan Komix dan Lem Fox kepada anak-anak.
Dinas Pendidikan dan sekolah aktif menggelar sosialisasi bahaya penyalahgunaan zat adiktif legal. Orang tua lebih aktif mengawasi pergaulan dan aktivitas anak-anaknya. Aparat kepolisian dan Satpol PP melibatkan diri dalam patroli dan razia rutin di titik-titik rawan.
Jika semua pihak terus menutup mata, maka jangan kaget jika dalam beberapa tahun ke depan, generasi emas Selayar akan hancur pelan-pelan—bukan oleh narkoba, tapi oleh barang legal yang dibiarkan bebas tanpa pengawasan. (Ar)