![]() |
Para siswa sekolah dasar menunggu distribusi makan bergizi gratis dari daapur terlambat akibat pemadam listrik di selayar (Photo: Ilustrasi) |
Pengelola dapur MBG yang berada di bawah naungan Yayasan Assoong Kabajikang Silajara mengaku tidak dapat menghindari gangguan layanan kepada siswa akibat padamnya listrik yang berlangsung berulang kali dalam beberapa waktu terakhir.
“Kami menyampaikan permohonan maaf kepada para siswa dan pihak sekolah atas kemungkinan adanya kekurangan atau keterlambatan dalam pelayanan distribusi makanan,” ujar Ketua Yayasan, Zubair Nasir, pada Senin (04/08/2025).
Menurutnya, dapur MBG kini terpaksa mengandalkan genset yang beroperasi hampir 24 jam penuh demi menjaga kontinuitas layanan. Namun hal ini justru menimbulkan tantangan baru: melonjaknya pengeluaran untuk bahan bakar yang hingga kini masih dibeli dari pengecer karena belum adanya dukungan langsung dari SPBU atau Pertamina.
“Karena listrik sering padam, kami harus mengoperasikan genset nyaris tanpa henti. Dampaknya, anggaran operasional kami meningkat drastis, terutama untuk pengadaan bahan bakar yang hingga kini masih dibeli secara eceran di pengecer lokal karena belum ada fasilitas atau mekanisme khusus dari SPBU atau Pertamina yang mengatur kebutuhan BBM untuk dapur MBG,” jelas Zubair.
Kondisi ini memaksa pihak yayasan melakukan penyesuaian anggaran secara darurat demi menjaga kelangsungan distribusi makanan bergizi kepada siswa, meski tekanan terhadap pembiayaan di lapangan semakin berat.
Di tengah situasi ini, Zubair tetap menunjukkan empatinya terhadap tantangan yang dihadapi PLN, sembari berharap ada langkah nyata untuk memperbaiki kualitas layanan listrik, khususnya di area distribusi dapur MBG.
“Kami memahami bahwa PLN sedang menghadapi tantangan teknis yang cukup berat. Kami turut mendoakan semoga semua teknisi PLN di lapangan senantiasa diberi kekuatan untuk segera menyelesaikan permasalahan ini. Harapan kami sederhana, semoga ke depan jalur listrik yang mengaliri dapur-dapur MBG dapat lebih stabil agar pelayanan kepada siswa bisa berlangsung optimal,” imbuhnya.
Tak hanya kepada PLN, yayasan juga berharap ada dukungan kebijakan dari Pertamina guna mempermudah akses bahan bakar untuk kebutuhan dapur MBG. Penghapusan kewajiban barcode atau skema pembelian khusus diharapkan bisa menjadi solusi jangka pendek yang meringankan beban operasional di lapangan.
“Kami sangat berharap ada kebijakan dari SPBU Pertamina yang memungkinkan pembelian BBM operasional dapur MBG secara non-barcode atau dengan mekanisme khusus, agar pengadaan bahan bakar tidak lagi bergantung pada pengecer. Ini penting demi kelancaran pelayanan dan efisiensi anggaran,” pungkas Zubair. (*)