![]() |
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Indonesia ke-15 masa jabatan 23 Oktober 2019 hingga 1 Februari 2024 (Photo: screenshot kanal YouTube Mahfud MD official) |
Dalam pernyataannya, Mahfud menilai bahwa kondisi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Ia menyinggung peristiwa demonstrasi di DPR yang menewaskan seorang operator ojek online bernama Alfan, serta kerusuhan di Makassar dan Bandung yang juga menimbulkan korban jiwa maupun kerusakan fasilitas umum.
“Demo di DPR sudah menewaskan saudara Alfan. Di Makassar diberitakan tiga orang tewas, di Bandung polisi dikejar massa hingga lari berhamburan. Itu sudah tidak sehat,” ujarnya, Sabtu, (30/08/2025).
Mahfud menegaskan dirinya mendukung penuh hak rakyat untuk berdemonstrasi sebagai bentuk penyampaian aspirasi. Namun, ia menekankan bahwa aksi tersebut harus tetap terukur dan tidak boleh berubah menjadi tindakan anarkis.
“Saya setuju demo diperkeras jika ada ketidakpuasan terhadap pengelolaan pemerintahan atau lembaga politik. Tapi jangan sampai berubah menjadi kerusuhan, karena rakyat jadi korban, aparat juga jadi korban,” tegasnya.
![]() |
Simbol Global Perlawanan yang Lagi Tren di Media Sosial (Foto: Istimewa) |
Ia juga menyinggung soal tindakan aparat di lapangan yang terekam menggunakan kekerasan terhadap demonstran. Menurutnya, petugas lapangan berada dalam posisi terjepit karena harus menjalankan perintah mengamankan objek vital, namun di sisi lain dituntut menjaga profesionalitas.
“Yang harus hati-hati itu para pemberi komando. Jangan sampai ada korban di kalangan rakyat maupun aparat. Polisi hanya menjalankan tugas, bukan pembuat kebijakan politik,” jelas Mahfud.
Lebih jauh, Mahfud menilai akar permasalahan dari gelombang protes ini adalah akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Ia juga menyinggung lemahnya konsistensi penegakan hukum, serta perilaku sebagian elit politik yang tidak menunjukkan empati.
“Negara ini milik kita bersama. Jangan sampai rakyat dan aparat terus yang jadi korban, sementara pejabat yang tidak punya empati dan diduga korup masih bebas membuat kebijakan. Ini yang harus segera diselesaikan,” pungkasnya.(AR)