“Mengalami kejadian yang belum sesuai dengan harapan, tentu harus kita perbaiki. Itu yang sedang kami lakukan,” ujarnya di Jakarta.
Taruna menjelaskan bahwa pengawasan BPOM kini tidak hanya terbatas pada pengambilan sampel bahan pangan, tetapi diperluas mencakup:
- Audit menyeluruh pada dapur penyedia makanan,
- Pemantauan jalur distribusi,
- Kepatuhan terhadap standar keamanan pangan yang ditetapkan pemerintah.
Untuk mendeteksi akar permasalahan, BPOM memerintahkan balai dan loka di seluruh provinsi turun langsung ke lapangan guna menelusuri sumber dugaan keracunan dalam pelaksanaan MBG.
Mereka juga bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) dalam mengevaluasi rantai pasok, mengaudit fasilitas penyedia gizi, serta melibatkan aparat daerah.
Taruna menekankan, setiap temuan dari inspeksi di lapangan akan segera ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem, baik dalam penyediaan bahan pangan maupun distribusinya.
Mendukung langkah tersebut, BGN membentuk tim investigasi khusus. Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menjelaskan bahwa tim ini terdiri dari unsur internal dan eksternal, termasuk kepolisian, BPOM, dan dinas kesehatan daerah.
Nanik menambahkan, selain tim resmi, BGN juga akan membentuk tim independen yang melibatkan elemen masyarakat, para ahli, relawan, hingga ibu rumah tangga, agar proses investigasi berlangsung transparan.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, menegaskan bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki peran strategis.
“SPPG bukan hanya dapur pelayanan gizi, tetapi juga wajah BGN sekaligus ujung tombak Program MBG di mata masyarakat,” jelasnya.
Sebagai informasi, Prof. dr. Taruna Ikrar, putra terbaik Tanadoang Selayar, dikenal sebagai dokter, ilmuwan, sekaligus pengajar yang diakui secara internasional. Ia memiliki keahlian di bidang farmakologi, kardiologi, dan neurologi dengan pengalaman lebih dari 20 tahun. (AR)