![]() |
| Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan (Photo: Istimewa) |
Menurut Ossy, GTRA yang dipimpin langsung kepala daerah memiliki peran strategis dalam percepatan reforma agraria. Ia mencontohkan keberhasilan di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, ketika Plt. Bupati berhasil mendorong pelepasan kawasan hutan seluas 34 hektare yang selama bertahun-tahun ditempati warga.
“Lebih dari 1.600 kepala keluarga akhirnya memperoleh sertipikat hak atas tanah secara resmi. Ini menjadi bukti nyata bahwa sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sangat menentukan dalam percepatan Reforma Agraria,” ujar Ossy.
Ia menekankan, penyelesaian masalah pertanahan di daerah tidak bisa dilepaskan dari peran aktif kepala daerah. Karena itu, GTRA harus diperkuat dan dioptimalkan agar masyarakat di kawasan yang belum tersentuh legalisasi segera mendapat kepastian hukum.
Lebih lanjut, Ossy menjelaskan bahwa pengelolaan kawasan hutan secara administratif merupakan kewenangan Kementerian Kehutanan. Legalisasi hak atas tanah baru dapat dilakukan setelah ada proses pelepasan kawasan.
“Kementerian ATR/BPN tidak bisa melakukan legalisasi tanah yang berada di kawasan hutan sebelum ada pelepasan kawasan dari Kementerian Kehutanan. Karena itu sinergi dengan kementerian terkait juga sangat penting,” tambahnya.
Dalam RDP yang dipimpin Ketua Komisi II DPR RI, M. Rifqinizamy Karsayuda tersebut, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid juga memaparkan rencana kerja aksi Kementerian ATR/BPN tahun 2026. Rapat turut dihadiri pejabat dari Kementerian Dalam Negeri, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, serta jajaran pejabat tinggi Kementerian ATR/BPN. (*)




