![]() |
| Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid (Photo: Istimewa) |
“Reforma Agraria bagi kami bukan sekadar sertipikasi tanah. Ini adalah upaya menata ulang struktur penguasaan tanah agar lebih adil dan menjadikan tanah sebagai motor pemerataan ekonomi rakyat,” ujar Nusron dalam keterangannya, Minggu (26/10/2025).
Nusron menegaskan bahwa pelaksanaan Reforma Agraria kini tidak hanya berfokus pada legalisasi aset, tetapi juga pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Menurutnya, setiap penerima sertipikat didampingi agar tanah yang dimiliki benar-benar produktif dan menghasilkan nilai tambah ekonomi.
“Setiap sertipikat yang kami terbitkan diiringi dengan pendampingan agar tanahnya hidup, dikelola, dan menghasilkan nilai tambah ekonomi bagi pemiliknya,” tuturnya.
Secara kumulatif, sejak 2020 hingga 2025, pemerintah telah menyalurkan 879.942 hektare tanah atau setara 1,64 juta bidang kepada masyarakat yang berhak. Dari jumlah itu, 26 Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) telah diselesaikan, mencakup 15.533 bidang tanah (5.109 hektare) untuk 11.576 KK.
“Redistribusi tanah bukan hanya soal bagi-bagi lahan, tapi tentang mengembalikan rasa keadilan kepada rakyat kecil dan membuka jalan bagi ekonomi yang lebih merata,” kata Nusron.
Untuk memastikan tanah benar-benar produktif, Kementerian ATR/BPN menerapkan pola kemitraan tertutup atau closed loop yang mempertemukan petani, koperasi, lembaga keuangan, dan pembeli hasil produksi (off-taker) dalam satu ekosistem ekonomi.
“Melalui pola closed loop, kami ingin Reforma Agraria menghasilkan ekonomi nyata, bukan sekadar dokumen sertipikat. Inilah yang kami sebut TORA produktif,” tegas Nusron.
Reforma Agraria juga diperkuat dengan program Mitra Strategis Reforma Agraria (MSRA) yang melibatkan organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, lembaga keagamaan, dan komunitas ekonomi rakyat.
“Kolaborasi ini membuktikan bahwa Reforma Agraria bukan hanya program pemerintah, melainkan gerakan bersama untuk mewujudkan keadilan agraria,” ucap Nusron.
Ia menegaskan, capaian dalam setahun terakhir menjadi fondasi kuat untuk membangun ekonomi rakyat yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.
“Ke depan, tanah tidak boleh lagi menjadi sumber sengketa, tapi menjadi instrumen kesejahteraan dan kemandirian rakyat,” tutupnya.(*)




