![]() |
Dua tokoh adat, yakni Swastamam Loeis (76) dari suku Melayu di Padang dan Joni Akhiar (60) dari suku Kutianyie di Solok, menjadi penerima sertipikat tanah ulayat untuk kaumnya (Photo: Istimewa) |
Hal itu terlihat dalam kegiatan *Penyerahan Sertipikat Tanah untuk Rakyat* di Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kuranji, Kota Padang, Selasa (30/09/2025). Dua tokoh adat, yakni Swastamam Loeis (76) dari suku Melayu di Padang dan Joni Akhiar (60) dari suku Kutianyie di Solok, menjadi penerima sertipikat tanah ulayat untuk kaumnya.
Swastamam Loeis, seorang *Mamak Kepala Waris* yang menaungi 40 anggota keluarga, menegaskan pentingnya sertipikasi untuk menghindari konflik di kemudian hari.
“Kalau tidak disertipikasi, nanti bisa kacau. Sertipikat ini saya urus demi keamanan tanah kaum, mumpung saya masih hidup,” ujarnya.
Senada dengan itu, Joni Akhiar yang mengelola tanah pusaka tinggi untuk 35 anggota keluarganya mengatakan, sertipikasi penting agar generasi penerus mengetahui letak dan status tanah ulayat mereka.
“Dengan sertipikat ini, anak cucu kita nanti tetap tahu di mana tanah pusaka kaum berada,” ucapnya.
Plt. Kepala Kantor Pertanahan Kota Padang, Hanif, menjelaskan bahwa tanah ulayat di Sumatra Barat terbagi menjadi tiga, yakni tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum. Pembagian tersebut diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatra Barat Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tanah Ulayat.
“Dua sertipikat yang diserahkan hari ini dicatat atas nama Mamak Kepala Waris, yang melambangkan kepemilikan tanah ulayat kaum. Walaupun tercatat satu nama, pengelolaannya tetap komunal. Setiap keputusan hukum terkait tanah tersebut harus mendapat izin seluruh anggota kaum,” terang Hanif.
Sertipikasi tanah ulayat dinilai sebagai langkah penting untuk melindungi hak masyarakat hukum adat sekaligus memperkuat identitas dan kemandirian ekonomi mereka. Dengan kepastian hukum, tanah pusaka tinggi yang menjadi simbol kebersamaan masyarakat adat Minangkabau dapat tetap terjaga untuk generasi mendatang. (*)