![]() |
| Ilustrasi Hackers Photo: Istimewa) |
Temuan tersebut langsung menuai sorotan dari Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Sulawesi Selatan, Zulkifli Thahir. Ia menilai peristiwa ini bukan persoalan sepele, melainkan sudah masuk kategori darurat nasional karena berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Jika benar data pribadi pejabat negara bisa diakses dengan mudah akibat sistem yang tidak aman, maka itu bukan kelalaian biasa. Ini pelanggaran serius terhadap UU PDP dan pemerintah harus bertindak cepat serta tegas,” ujar Zulkifli, Rabu (18/12).
Zulkifli mengingatkan bahwa UU PDP mewajibkan setiap pengendali dan pemroses data, termasuk lembaga negara, untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan data pribadi masyarakat. Kegagalan memenuhi kewajiban tersebut dapat berujung pada sanksi administratif hingga pidana.
Dalam regulasi tersebut, sanksi administratif meliputi teguran tertulis, penghentian sementara kegiatan pemrosesan data, penghapusan data pribadi, hingga denda administratif maksimal dua persen dari pendapatan tahunan institusi yang bersangkutan. Sementara sanksi pidana dapat berupa hukuman penjara hingga lima tahun dan/atau denda maksimal Rp5 miliar bagi pihak yang secara melawan hukum menyalahgunakan atau mengungkap data pribadi.
Adapun untuk pemalsuan atau penggunaan data pribadi secara ilegal, ancaman hukumannya lebih berat, yakni penjara hingga enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp6 miliar.
“Payung hukumnya sudah sangat jelas. Jika kebocoran masih terjadi secara masif, berarti ada kegagalan serius dalam penerapan dan pengawasan. Jangan sampai UU PDP hanya menjadi aturan di atas kertas,” tegasnya.
Dalam video investigasi tersebut, Mr. Bert mengungkap bahwa data yang diduga terekspos mencakup foto KTP, Nomor Induk Kependudukan, data Kartu Keluarga, identitas pasangan dan anak, nama ibu kandung, informasi kendaraan, lokasi TPS, hingga dugaan prediksi lokasi secara real-time. Sejumlah kredensial digital juga disebut ikut terbuka.
Zulkifli menilai kebocoran data dengan skala tersebut membuka peluang terjadinya kejahatan serius, mulai dari penipuan daring, pembobolan rekening, pemerasan, hingga ancaman terhadap keselamatan fisik.
“Ketika data identitas, keluarga, dan lokasi bocor, persoalannya tidak lagi sebatas privasi. Ini sudah menyangkut keselamatan individu dan potensi gangguan keamanan nasional,” katanya.
IWO Sulsel pun mendesak pemerintah segera melakukan audit forensik nasional terhadap sistem pengelolaan data strategis, mempublikasikan hasilnya secara transparan, serta menjatuhkan sanksi tegas kepada institusi atau pejabat yang terbukti lalai.
Selain itu, Zulkifli meminta pemerintah menghentikan pola penanganan yang hanya reaktif setelah isu viral dan mulai menempatkan perlindungan data pribadi sebagai agenda prioritas.
“Negara tidak boleh kalah oleh kelalaian. Penegakan UU PDP harus dilakukan tanpa tebang pilih, baik terhadap lembaga negara maupun pihak swasta,” tandasnya.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada keterangan resmi dari pemerintah terkait dugaan kebocoran data tersebut. Di sisi lain, tuntutan publik agar negara hadir dan serius melindungi data pribadi warga terus menguat. (*)




