![]() |
Tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki badan hukum (Photo: Istimewa) |
“Penertiban tanah hak milik hanya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu, dan tidak otomatis diambil negara hanya karena kosong dua tahun,” jelas Jonahar dalam keterangannya.
Menurutnya, penertiban terhadap tanah SHM merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021,tepatnya pada Pasal 7. Dalam aturan tersebut, tanah hak milik bisa ditertibkan jika dikuasai pihak lain dan berubah menjadi kawasan perkampungan, dikuasai pihak lain selama 20 tahun berturut-turut tanpa dasar hukum dan tidak menjalankan fungsi sosial sesuai amanat undang-undang.
“Tujuan penertiban ini adalah untuk menghindari konflik lahan dan memastikan tanah tidak dikuasai secara ilegal,” tambahnya.
Sementara itu, untuk tanah HGU dan HGB, aturan berbeda diberlakukan. Masih berdasarkan PP yang sama, penertiban bisa dilakukan jika tanah tersebut **tidak digunakan, tidak diusahakan, atau tidak dimanfaatkan** sesuai peruntukan dalam proposal pengajuan haknya, selama dua tahun berturut-turut sejak hak diberikan.
Jonahar mengimbau masyarakat pemilik tanah untuk merawat dan menjaga tanah miliknya, termasuk jika berada jauh dari lokasi. "Kalau HGU, harus ditanami sesuai rencana awal. Kalau HGB, harus dibangun sebagaimana peruntukannya. Untuk hak milik, jangan sampai dikuasai pihak lain,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini bukan bertujuan mengambil alih tanah masyarakat, tetapi justru untuk memastikan pemanfaatan tanah secara optimal, sesuai prinsip keadilan agraria dan amanat Pasal 33 UUD 1945.
“Negara hadir untuk memastikan tanah digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan sebaliknya,” pungkas Jonahar. (*)