![]() |
Seorang warga beli beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) (Photo: Istimewa) |
Beras SPHP yang digadang-gadang terjangkau itu disalurkan melalui tujuh jalur distribusi strategis, mulai dari pengecer pasar rakyat, koperasi desa, outlet binaan pemerintah daerah, BUMN, koperasi instansi, Rumah Pangan Kita Bulog, hingga swalayan modern. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bahkan menegaskan bahwa operasi pasar beras SPHP akan berlangsung hingga Desember 2025 demi menstabilkan harga.
Namun, janji stabilitas itu dipertanyakan warga setelah merebak isu kenaikan harga beras SPHP di pasaran mulai awal September mendatang. Ironisnya, kabar tersebut justru mencuat saat pemerintah masih gencar menyuarakan upaya stabilisasi harga.
Seorang warga yang tak ingin disebut namanya saat ditemui usai membeli beras di Pasar TPI Bonehalang mengungkapkan kekecewaannya.
![]() |
Pamflet program gerakan pangan murah di kabupaten Kepulauan Selayar (Photo: Tangkapan layar di media sosial Facebook) |
“Iya Pak, katanya harga beras akan dinaikkan minggu depan, barupi juga mulai bulan lalu malah dinaikkan. Ya jelas kecewalah Pak, bisa saja kami ini akalin beli banyak memang sekarang sebelum ada kenaikan harga. Tapi apa hanya beras saja mau dimakan, tidakmi’ beli yang lain?” ujarnya dengan nada kesal, Kamis, (28/08/2025).
Kekhawatiran itu semakin meluas setelah beredar pamflet elektronik di grup Facebook Muhasabah Diri pada Selasa, 27 Agustus 2025. Pamflet yang mencantumkan logo Badan Pangan Nasional, Forum Bulog, Pemprov Sumsel, dan Pemda Selayar itu memuat pengumuman *Gerakan Pangan Murah*. Di dalamnya tertulis harga beras SPHP Rp57.000 per 5 kilogram dan minyak Rp16.000 per liter, serta disertai catatan dengan huruf kapital: “PERHATIAN, MINGGU DEPAN AKAN ADA KENAIKAN HARGA BERAS SPHP.”
Dari penelusuran awak media di Pasar TPI Bonehalang, sejumlah warga juga menyebut bahwa rencana kenaikan harga merupakan hasil rapat virtual (Zoom meeting) yang disampaikan oleh Kepala Gudang Bulog Selayar.
Kabar ini menambah panjang daftar ketidakpuasan masyarakat yang menilai kebijakan stabilisasi harga pangan hanya sebatas jargon. Alih-alih menenangkan, langkah pemerintah justru dinilai kontradiktif karena di satu sisi menyalurkan beras murah, namun di sisi lain membiarkan wacana kenaikan harga yang semakin membebani warga. (*)