Notification

×

Iklan

Iklan

Sekolah Runtuh Diterjang Bencana, Negara Tak Boleh Absen dari Hak Belajar Anak

Rabu, Desember 17, 2025 | 11.29 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-17T03:29:58Z

 

Para pengungsi anak sekolah Dasar sedang mengikuti proses belajar mengajar di tenda darurat pasca banjir (Photo: Istimewa) 

Realitynews.web.id | JAKARTA — Bencana alam yang melanda Aceh Tamiang dan sejumlah wilayah di Indonesia, tak hanya merobohkan bangunan sekolah, tetapi juga mengancam keberlanjutan pendidikan ribuan anak. Di tengah hujan deras, banjir, dan longsor yang melenyapkan ruang kelas, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah memastikan proses pembelajaran tetap berlangsung.


Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa hak belajar anak-anak di wilayah terdampak bencana tidak boleh terhenti hanya karena kerusakan fisik sekolah. Pemerintah memilih pendekatan adaptif agar pendidikan tetap berjalan sembari menunggu pemulihan infrastruktur.


Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kondisi sekolah di daerah terdampak sangat beragam. Karena itu, pemerintah pusat memberi keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk menyesuaikan model pembelajaran dengan situasi lapangan, mulai dari sistem bergilir pagi–siang, pembelajaran daring, hingga kelas darurat di tenda pengungsian.


“Kondisi sekolah di setiap daerah terdampak tidak sama. Yang terpenting adalah hak belajar murid tetap terpenuhi dan keselamatan mereka terjamin,” ujar Menteri Mu’ti, Kamis, (11/12/2025). 


Terpantau di sejumlah daerah, siswa terpaksa belajar di ruang seadanya. Ada yang mengikuti pelajaran di bawah tenda darurat, ada pula yang beralih ke pembelajaran daring dengan keterbatasan jaringan dan perangkat. Perubahan drastis ini menuntut ketangguhan tidak hanya dari siswa, tetapi juga guru dan orang tua.


Selain mengatur pola belajar, Kemendikdasmen menyiapkan kurikulum minimal esensial yang berfokus pada kemampuan dasar siswa. Dukungan psikososial dan pendekatan pembelajaran adaptif juga disiapkan untuk membantu anak-anak menghadapi tekanan pascabencana. Kebijakan ini berlaku sejak masa tanggap darurat hingga 12 bulan setelah bencana.


Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Toni Toharudin juga menekankan bahwa pemulihan pendidikan tidak semata-mata mengejar ketertinggalan akademik.


“Pendidikan pasca bencana bukan hanya soal nilai ujian, tetapi juga ketahanan mental, kreativitas, dan harapan anak-anak,” kata Toni.


Kemendikdasmen telah menyusun kerangka kebijakan jangka pendek hingga panjang. Dalam tiga bulan pertama, fokus diarahkan pada pemenuhan kompetensi minimum, penyediaan bahan belajar darurat, serta dukungan psikososial. Pada fase tiga hingga dua belas bulan, pemerintah mendorong adaptasi kurikulum krisis dan program remedial intensif. Sementara dalam satu hingga tiga tahun ke depan, pendidikan kebencanaan akan diintegrasikan ke dalam kurikulum dan dievaluasi secara berkelanjutan.


Di tengah puing-puing sekolah dan keterbatasan sarana, suara guru yang mengajar di tenda darurat atau melalui layar daring menjadi penanda bahwa pendidikan tetap aktif. Bencana boleh meruntuhkan bangunan, tetapi tidak memadamkan semangat anak-anak Indonesia untuk terus belajar.


Penulis: Ririn Ramandani
Editor: Andi Rusman


TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update